PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan kerja merupakan hal penting yang harus diperhatikan baik oleh
perusahaan maupun oleh pekerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman,
dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari
itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa
kecuali. Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya
kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan (Abidin., Dkk. 2008).
Berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2008)
selama tahun 2005-2007, menunjukkan bahwa setiap tahun rata-rata terjadi 85.000
kasus kecelakaan kerja, yang mengakibatkan rata-rata 1.700 pekerja meninggal
dunia, sementara yang mengalami cacat tetap rata-rata sekitar 7.000 pekerja. Dan
dari data Jamsostek tahun 2007 menunjukkan bahwa setiap hari pekerja yang
tewas akibat kecelakaan kerja mencapai empat orang. Secara nasional hingga
November 2007, jumlah kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 66.809 kasus,
hal ini yang terjadi pada peserta program Jamsostek. Padahal, pekerja yang tidak
ikut program Jamsostek cukup besar.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2008) kasus
kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008 (triwulan I) sebanyak
37.904, dengan jumlah korban meninggal sebanyak 281 dan cacat sebanyak 5842
orang. Sementara, kasus kecelakaan kerja di Yogyakarta yang tercatat di
departemen tenaga kerja selama tahun 2008 sebanyak 17 kasus, dengan jumlah
korban sebanyak 17 orang. Sedangkan yang belum tercatat tidak diketahui.
Tingginya angka kecelakaan kerja merupakan suatu fenomena karena
mengingat keselamatan kerja berkaitan erat dengan kelangsungan hidup dari
pekerja. Dan karena begitu pentingnya faktor keselamatan kerja sampai-sampai
pemerintah Indonesia telah mengatur keselamatan kerja dengan undang-undang
Ketenagakerjaan No.13/tahun 2003, pasal 86 dan 87 pada bab Perlindungan,
Pengupahan dan Kesejahteraan. Pasal 87 ayat (1) berbunyi “Setiap perusahaan
wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan” (ILO, 2004). Dan undang-undang
No. 18 tahun 1999 yang mengatur tentang kewajiban penyelenggara
konstruksi untuk memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan tenaga kerja, dan tata
lingkungan setempat (Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, 2007), serta
peraturan yang lain yakni peraturan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
nomor Per 01/Men/1980 tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada
konstruksi bangunan antara lain mengatakan bahwa dalam setiap pekerjaan
konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan kecelakaan dan sakit akibat
kerja pada tenaga kerja.
Data dari BPKSDM (2006) menunjukkan bahwa kecelakaan kerja terjadi
paling banyak disebabkan oleh kesalahan manusia, baik dari aspek kompetensi
para pelaksana konstruksi maupun aspek pemahaman arti pentingnya
penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan kejadian-kejadian kecelakaan kerja di atas, menunjukkan
bahwa salah satu penyebab utama timbulnya kecelakaan kerja karena kurang
patuhnya para tenaga kerja dalam pemakaian alat pelindung diri. menurut Neal
dan Griffin (2002) salah satu hal yang mempengaruhi kepatuhan terhadap
peraturan keselamatan tersebut adalah iklim keselamatan. Iklim keselamatan
merupakan persepsi atas kebijakan, prosedur, dan praktek yang terkait dengan
keselamatan.
Penelitian McGovern, et. al. (Neal & Griffin, 2002) menemukan bahwa
iklim keselamatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kepatuhan terhadap peraturan keselamatan. Hal ini didukung hasil penelitian Neal
dan Griffin (2002) yang menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan
antara iklim keselamatan dan kepatuhan.
Iklim kerja (panas) merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya cukup dominan terhadap kinerja sumber daya manusia bahkan pengaruhnya tidak terbatas pada kinerja saja melainkan dapat lebih jauh lagi, yaitu pada kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Untuk itu diperlukan standar mengenai pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola. Standar pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola mencakup prinsip pengukuran, peralatan, prosedur kerja, penentuan titik pengukuran dan perhitungan. Teknisi yang menggunakan metoda ini harus seorang yang berkompetensi dalam melakukan pengukuran iklim kerja (panas).
Standar pengukuran ini merupakan cara pemantauan tempat kerja yang mempunyai potensi bahaya bagi tenaga kerja yang bersumber dari iklim kerja (panas). Dalam penerapannya di lapangan, pengukuran indeks suhu basah dan bola dilaksanakan bersamaan dengan perhitungan beban kerja yang di dibandingkan pada pembatasan waktu kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999.
A. Pengertian Iklim Kerja
Iklim kerja merupakan keadaan lingkungan kerja yang di ukur dari perpaduan antara suhu udara (suhu basah dan suhu kering),kelembaban udara,kecepatan aliran udara,dan suhu radiasi.Kombinasi dari ke empat factor itu di hubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang di sebut dengan Tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang di terima oleh tubuh manusia .sedangkan regangan panas (heat strain) merupakan efek yang di terima tubuh manusia atas beban iklim kerja tersebut.
Tubuh Manusia selalu menghasilkan panas sebagai akibat dari proses pembakaran zat makanan dengan oksigen (metabolisme).Apabila proses pengeluaran panas tubuh terganggu maka suhu tubuh akan meningkat.Lingkungan kerja dengan tubuh selalu saling terjadi pertukaran panas,pertukaran panas ini tergantung dari suhu lingkungan (iklim kerja).
B. Suhu Tempat Kerja
Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor penunjang gairah kerja.Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktivitas kerja,juga akan membawa dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan kerja,kapan tubuh harus mengeluarkan panas dan kapan tidak,agar seseorang tetap sehat pada pertahanan suhu tubuh tetap stabil core-temperatur sekitar 37 C,ini di atur oleh kulit tubuh dan kelenjar keringat.Jika suhu tubuh turun di bawah 35 C akan menyebabkan kematian sel tubuh, Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sedangkan suhu terlalu tinggi akan menyebabkan kelelahan dengan akibat menurunnya efisiensi kerja, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat, dan produksi keringat meningkat.
C. Kelelahan Kerja
v Pengertian Kelelahan
Kelelahan adalah suatu keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh :
1. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual)
2. Kelelahan fisik umum
3. Kelelahan syaraf
4. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton
5. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara menetap
Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition StrainInjuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup, Gejala keletihan kerja adalah adanya perasaan letih, penurunan kesiagaan, persepsi yang lambat dan lemah disamping penurunan kerja fisik dan mental. Keletihan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu keletihan otot dan kelelahan umum. Keletihan otot adalah merupakan tremor pada otot (perasaan nyeri pada otot). Sedangkan keletihan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan karena monotoni, intensitas, lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.
Byrd dan Moore (1986) menyatakan bahwa penurunan produktivitaskerja pada pekerja terutama oleh adanya keletihan kerja. ILO (1983) mengutarakan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya keletihan kerja adalah adanya monotoni pekerjaan ; adanya intensitas dan durasi kerja mental dan fisik yang tidak proporsional; faktor lingkungan kerja, cuaca dan kebisingan; faktor mental seperti tanggung jawab, ketegangan dan adanya konflik-konflik; serta adanya penyakit-penyakit, kesakitan dan nutrisi yang tidak memadai. Pengukuran perasaan keletihan secara subjektif dengan menggunakan IFRC (Industrial Fatige Research Committee) dari Jepang, yang merupakan salah satu pengukuran dengan menggunakan kuesioner, yang dapat mengindentifikasi tingkat keletihan subjektif.
Jenis Kelelahan
Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan
proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.
Berdasarkan proses, meliputi:
1. Kelelahan otot (muscular fatigue)
Kelelahan otot menurut Suma’mur PK (1999) adalah tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Hasil percobaan yang dilakukan para peneliti pada otot mamalia, menunjukkan kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan otot secara fisiologis, dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan.
2. Kelelahan Umum
Pendapat Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004),biasanya kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja,yang sebabnya adalah pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, Sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. Pengaruhpengaruh ini seperti berkumpul didalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah.
Menurut AM. Sugeng Budiono (2003), gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa mengantuk.
Berdasar waktu terjadi kelelahan, meliputi:
a. Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ
tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.
b. Kelelahan kronis merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam
jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan pekerjaan, seperti perasaan “kebencian” yang bersumber dari terganggunya emosi. Selain itu timbulnya keluhan psikosomatis seperti meningkatnya ketidakstabilan jiwa, kelesuan umum, meningkatnya sejumlah penyakit fisik seperti sakit kepala, perasaan pusing, sulit tidur, masalah pencernaan, detak jantung yang tidak normal, dan lain-lain.
Berdasar penyebab kelelahan, meliputi:
a. Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan karena adanya
faktor lingkungaan fisik, seperti penerangan, kebisingan, panas dan suhu.
b. Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan.
Penyebab Kelelahan
Kelelahan Kerja
Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomisnya kondisi sarana, prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurunnya atau rendahnya produktivitas kerja seseorang tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat antara lain adalah sebagai penyebab timbulnya kelelahan kerja. Banyak dijumpai kasus kelelahan kerja sebagai akibat pembebanan kerja yang berlebihan, antara lain irama kerja yang tidak serasi, pekerjaan yang monoton dan kondisi tempat kerja yang tidak menggairahkan.
Contoh Kasus
Nyeri punggung bawah merupakan syndroma klinis yang ditandai dengan gejala umum atau perasaan tidak enak pada daerah punggung bawah dan daerah sekitarnya. Keluhan nyeri punggung bawah ini banyak dijumpai pada pekerja di Industri salah satunya industri meubel. Para pekerja meubel sering mengeluh nyeri punggung bawah. Dimana dalam melakukan aktivitas kerja mereka tidak memperhatikan posisi saat bekerja. Mereka bekerja dengan posisi jongkok, berdiri, berdiri sambil merunduk, duduk tegap dan kebanyakan duduk sambil membungkuk tanpa sandaran. Sebagai contoh posisi duduk membungkuk tanpa sandaran misalnya. Posisi ini lebih cepat mempengaruhi tingkat kelelahan dan keletihan otot punggung bawah sehingga sangat berpotensi menimbulkan nyeri maupun spasme otot punggung bawah.
Jika dilihat dari aspek ergonomi, sikap di atas jelas termasuk posisi duduk yang salah. Posisi duduk yang salah menyebabkan otot punggung bawah menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak disekitarnya.
Berdasarkan ilmu ergonomis, posisi duduk yang benar adalah duduk dengan sandaran dan posisi kepala tegak. Bekerja dalam posisi duduk dengan sandaran memberikan keuntungan yakni mengurangi kelelahan pada kaki, menghindari sikap-sikap yang alamiah, mengurangi pemakaian energi dan mengurangi beban kerja otot punggung bawah.
Selain duduk membungkuk tanpa sandaran, yang dapat mengakibatkan nyeri punggung bawah adalah lamanya duduk saat bekerja. Lebih lama seseorang duduk tentunya akan semakin besar pula tingkat nyerinya. Duduk membungkuk tanpa sandaran adalah termasuk faktor statik yang dapat menyebabkan nyeri punggung bawah pada pekerja mebel . Dimana pada posisi membungkuk akibat dari deviasi postur tubuh mengakibatkan pusat gravitasi tubuh (centre of gravity) bergeser ke depan sehingga tubuh akan berusaha untuk mengembalikan titik pusat gravitasi ke tempat semula dengan cara mengontraksikan otot-otot punggung bawah dengan kekuatan ekstra sekalipun untuk mencapai keseimbangan. Jika ini dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama menimbulkan nyeri gerak dan diikuti dengan spasme otot punggung bawah. Dimana spasme dan nyeri gerak punggung bawah ini bisa diketahui dengan cara mengulur otot-otot punggung bawah.
D. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja
Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup, terbuka, bergerak ataupun
tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
suatu usaha dimana terdapat sumber-sumber bahaya (UU 1/1970 tentang Keselamatan
Kerja). Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangat beragam, salah satunya
adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas. Kondisi ini hampir pasti ditemui di
industri di Indonesia seperti industri besi dan pengecoran logam baja, batu bata dan
keramik, konstruksi, pertambangan, kaca dan gelas, tekstil, dll. Namun sangat
disayangkan hingga saat ini masih belum terlihat upaya maksimal untuk mengatasi hal
tersebut. Padahal Indonesia telah memperhatikan permasalahan keselamatan kerja sejak
tahun 1969, yaitu awal dari REPELITA pertama. Namun sampai saat ini program ini terlihat
belum populer dalam komunitas bisnis, tenaga kerja maupun masyarakat secara umum
(Erwin D,2004)
Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan ciri utamanya adalah suhu dan
kelembaban yang tinggi, kondisi awal seperti ini seharusnya sudah menjadi perhatian
karena iklim kerja yang panas dapat mempengaruhi kondisi pekerja. Karena Iklim kerja
panas merupakan beban bagi tubuh ditambah lagi apabila pekerja harus mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat, dapat memperburuk kondisi kesehatan dan stamina
pekerja.
Respon-respon fisiologis akan nampak jelas terhadap pekerja dengan iklim kerja panas
tersebut, seperti peningkatan tekanan darah dan denyut nadi seperti hasil penelitian
Saridewi (2002) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan tekanan darah
yang signifikan pada tenaga kerja sebelum dan sesudah terpapar panas, yang jelas sekali
akan memperburuk kondisi pekerja. Selain respon tekanan darah dan denyut nadi, sistem
termoregulator di otak (hypothalamus) akan merespon dengan beberapa mekanisme
kontrol seperti konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi dengan tujuan untuk
mempertahankan suhu tubuh sekitar 360C -370C. Namun apabila paparan dibiarkan terus
menerus akan menyebabkan kelelahan (fatigue) dan akan menyebabkan mekanisme
kontrol ini tidak lagi bekerja yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya efek “heat
stress” (Erwin D,2004)
Untuk mengatasi permasalahan dengan kondisi ini, Menteri Tenaga Kerja RI
mengeluarkan standar NAB (Nilai Ambang Batas) untuk lingkungan fisik di tempat kerja,
yang salah satunya adalah NAB untuk iklim kerja dengan menggunakan ISBB (Indeks Suhu
Bola Basah) adopsi WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang dikeluarkan ACGIH
(American Conference of Governmental Industrial Hygienists). ACGIH merupakan
sebuah organisasi sosial profesional non pemerintah dari Amerika Serikat yang bergerak
dalam bidang kesehatan kerja dan lingkungan kerja. Namun sayangnya adopsi ini tidak
didahului dengan penelitian yang memadai, sehingga tidak ada pembuktian secara ilmiah
bahwa penerapan NAB ini sesuai dengan kondisi pekerja dan lingkungan di Indonesia.
Selain itu adopsi yang dilakukan tersebut juga tidak lengkap sehingga ada beberapa
keterangan maupun panduan penting yang tertinggal padahal hal itu merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
Permasalahan tidak berhenti sampai disitu, hal penting yang sampai saat ini belum
terlihat dilakukan oleh pemerintah Indonesia khususnya Depnaker adalah melakukan upaya
untuk memperbaiki standar tersebut agar lebih sesuai untuk diaplikasikan di Indonesia.
Padahal perumus standar ini yaitu ACGIH selalu melakukan perbaikan terus menerus
terhadap standar yang dikeluarkan, bahkan untuk tahun 2005 ini sudah diterbitkan
perubahan yang sangat mendasar terhadap penerapan NAB tersebut. Sehingga ISBB yang
kita pakai saat ini semakin dipertanyakan kehandalannya dalam mengatasi permasalahan
iklim kerja panas
KEPMENAKER NO.51 TAHUN 1999 TENTANG NAB FAKTOR FISIKA DI
TEMPAT KERJA
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja mengeluarkan
KepMen/Kep-51.Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja yang
didalamnya mengatur tentang Nilai Ambang Batas untuk iklim kerja panas.
Beberapa definisi yang terdapat dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja KepMen/Kep-
51.Men/1999 (Pasal 1) adalah sebagai berikut :
1. Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara, dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya
2. Nilai Ambang Batas (NAB) : standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga
kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu
3. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) : parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang
merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami, dan suhu
bola
4. Suhu udara kering : suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering
5. Suhu Basah Alami : suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami
6. Suhu Bola : suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola
Apabila kondisi iklim kerja mengakibatkan gangguan terhadap tingkat pengeluaran
panas dari tubuh tenaga kerja, maka akan terjadi heat strain yang merupakan efek dari
heatstress atau tekanan panas.
ISBB SEBAGAI NILAI AMBANG BATAS (NAB)
Pada pasal 2 di Kep-51.Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat
Kerja, tertulis bahwa NAB iklim kerja menggunakan parameter ISBB seperti tercantum pada
lampiran KepMen dibawah ini :
Tabel 1. lampiran Kep-51.Men/1999 tentang NAB Iklim Kerja ISBB yang diperkenankan
Pengaturan
waktu kerja setiap jam
|
ISBB
( C)
|
Beban
kerja
|
Waktu
kerja
|
Waktu
istirahat
|
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Kerja
terus menerus (8 jam)
|
-
|
3,0
|
26,7
|
25,0
|
75%
|
25%
|
30,6
|
26,7
|
25,9
|
50%
|
50%
|
31,4
|
28,0
|
27,9
|
25%
|
75%
|
32,2
|
29,4
|
30,0
|
ISBB untuk pekerjaan diluar ruangan dengan panas radiasi :
ISBB = 0.7 suhu basah alami + 0.2 suhu bola + 0.1 suhu kering
ISBB untuk pekerjaan didalam ruangan tanpa panas radiasi :
ISBB = 0.7 suhu basah alami + 0.3 suhu bola
Catatan :
- Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 Kkal/jam
- Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200-350 Kkal/jam
- Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350-500 Kkal/jam
Pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter
indeks suhu basah dan bola
1 Ruang lingkup
Standar ini menguraikan cara untuk mengukur iklim kerja (panas) dengan menggunakan
parameter indeks suhu basah dan bola (ISBB).
2 Istilah dan definisi
2.1
iklim kerja (panas)
hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
2.2
suhu basah alami (natural wet bulb temperature)
suhu penguapan air yang pada suhu yang sama menyebabkan terjadinya keseimbangan
uap air di udara, suhu ini diukur dengan termometer basah alami dan suhu tersebut lebih
rendah dari suhu kering
2.3
suhu kering (dry bulb temperature)
suhu udara yang diukur dengan termometer suhu kering
2.4
suhu bola (globe temperature)
suhu yang diukur dengan menggunakan termometer suhu bola yang sensornya dimasukkan
dalam bola tembaga yang dicat hitam, sebagai indikator tingkat radiasi
2.5
indeks suhu basah dan bola (wet bulb globe temperature index)
parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu
kering, suhu basah alami dan suhu bola
3 Simbol dan singkatan
Oc : Derajat Celcius
ISBB : Indeks Suhu Basah dan Bola
ISBB1 : Indeks Suhu Basah dan Bola menurut waktu 1
ISBB2 : Indeks Suhu Basah dan Bola menurut waktu 2
ISBBn : Indeks Suhu Basah dan Bola menurut waktu n
ISBB rata-rata : Indeks Suhu Basah dan Bola diterima rata-rata selama waktu
tertentu
SBA : Suhu Basah Alami
SK : Suhu Kering
SB : Suhu Bola
t1, t2, tn, : Jangka waktu pemaparan selama ISBB1, ISBB2, ISBBn yang
bersangkutan, dinyatakan dalam menit
4.Cara pengukuran
4.1 Prinsip
Alat diletakkan pada titik pengukuran sesuai dengan waktu yang ditentukan, suhu basah
alami, suhu kering dan suhu bola dibaca pada alat ukur, dan indeks suhu basah dan bola
diperhitungkan dengan rumus.
4.2 Peralatan
Alat-alat yang dipakai harus telah dikalibrasi oleh laboratorium yang terakreditasi untuk
melakukan kalibrasi, minimal 1 tahun sekali.
Alat-alat yang digunakan terdiri dari:
− Termometer suhu basah alami yang mempunyai kisaran –5oC sampai dengan 50oC dan
bergraduasi maksimal 0,5oC.
− Termometer suhu kering yang mempunyai kisaran –5oC sampai dengan 50oC dan
bergraduasi maksimal 0,5oC.
− Termometer suhu bola yang mempunyai kisaran –5oC sampai dengan 100oC dan
bergraduasi maksimal 0,5oC.
CATATAN Peralatan ini merupakan peralatan minimal dan tidak membatasi penggunaan alat
pengukur ISBB lainnya, tetapi hasil pengukuran yang diperoleh sama dengan hasil dari peralatan ini.
Yang harus di perhatikan selama dalam penyesuaian iklim kerja
1. Suplemen berupa air dan garam
Penyediaan air putih dan garam harus dilakukan agar pekerja dapat memperoleh
masukan cairan sebagai pengganti cairan yang hilang, dengan ketentuan minum air
putih setiap 15-20 menit sekali (@ 150 ml). Temperatur air minum harus dijaga
pada10-150C,
dan ditempatkan ditempat yang mudah dijangkau oleh pekerja tanpa meninggalkan
pekerjaannya
Pekerja disarankan untuk lebih banyak mengkonsumsi garam pada makanan mereka
(untuk pekerja dengan diet rendah garam, harus berkonsultasi dengan ahlinya), dan
ditempat kerja disediakan air minum bergaram dengan konsentrasi 0.1% (1 gram NaCl
dalam 1 L air, atau 1 sendok makan garam setiap 15 quarts air minum)
2. Pakaian kerja
Pakaian kerja yang digunakan dalam ruangan yang panas seharusnya pakaian yang
agak tipis dan mengurangi penguapan keringat.
3. Aklimatisasi dan kebugaran
Aklimatisasi adalah serangkaian pengaturan fisiologis dan psikologis yang dilakukan
seorang individu pada minggu pertama dirinya terpapar lingkungan yang panas, untuk
beradaptasi terhadap tekanan panas. NAB ini berlaku terhadap pekerja yang sehat
secara fisik. Perhatian ekstra harus diperhatikan apabila tenaga kerja yang terpapar
panas belum beraklimatisasi dan tidak dalam kondisi fisik yang sehat
4. Efek terhadap kesehatan
Efek kesehatan paling buruk yang dapat terjadi akibat tekanan panas adalah heat
stroke, karena dapat menimbulkan kematian. Heat exhaustion, heat cramps, heat
disorders adalah efek-efek lain yang dapat terjadi.
Pekerja yang sedang hamil dan terpapar panas, apabila suhu inti tubuhnya mencapai
lebih dari 390C, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi. Sebagai tambahan, suhu
tinggi tubuh lebih dari 380C dapat mengakibatkan kemandulan baik bagi pria maupun
wanita.
5. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Apabila diperlukan dalam pekerjaannya pemakaian APD, dan peralatan atau
perlengkapan lain yang ditujukan untuk melindungi pekerja dari bahaya lain,
E. Dampak akibat iklim kerja terhadap pekerja
yang dapat muncul dari iklim kerja yang tidak sesuai dengan kapasitas manusia adalah :
- Heat stroke : heat stress yang paling berat, mengakibatkan thermoregulatory terganggu, jantung berdebar, nafas pendek dan cepat,tekanan darah naik atau turun dan tidak mampu berkeringat, suhu badan tinggi, hilang kesadaran
- Heat exhaustion : tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
- Heat cramps : timbulnya kelainan seperti otot kejang dan sakit, terutama otot anggota badan atas dan bawah
- Preckly heat/ heat rash/mikaria rubra : timbulnya bintik-bintik merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya fungsi kelenjar keringat
- Suhu inti tubuh lebih dari 38 oC dapat mengakibatkan kemandulan bagi pria maupun wanita
- Tekanan Udara Tinggi dan Rendah ,Gejala sakit yang diakibatkan oleh rendahnya tekanan udara didasarkan atas kurangnya oksigen dalam udara pernafasan
Pekerja berada pada resiko tinggi apabila:
· Berkeringat dalam jumlah besar selama berjam-jam
· Kehilangan berat badan setelah satu shift lebih besar dari 1.5% dari berat badan total
· Ekskresi sodium dalam urin selama 24 jam kurang dari 50 mmoles
F. Upaya pengendalian iklim kerja
GENERAL CONTROLS
- Menyediakan instruksi yang jelas secara verbal dan tertulis, program pelatihan rutin,
serta
informasi lain tentang heat stress
- Menyarankan minum air putih dingin walaupun sedikit (sekitar 150 ml) setiap 20 menit
- Pemberian ijin pada pekerja untuk membatasi paparan panas terhadap dirinya, dan
menganjurkan teman sekerja mendeteksi tanda dan gejala heat strain
- Dll
JOB-SPESIFIC CONTROLS
- Mempertimbangkan kontrol teknik untuk mengurangi kecepatan metabolisme,
menyediakan pergerakan udara general, mengurangi proses panas dan pelepasan uap
air, serta perlindungan/penyekatan sumber panas
- Mempertimbangkan kontrol administrative
- Mempertimbangkan penggunaan Alat Pelindung Diri
ü Upaya pengendalian iklim kerja secara teknis antara lain dengan
menambah ventilasi umum, memasang exhaust fan dan dust
collector.
ü Upaya pengendalian secara administratif antara lain dengan
melakukan pemeriksaan kesehatan berkala, poliklinik dibuka
selama 7 hari/minggu, dokter perusahaan hadir paruh waktu (3
hari/minggu), paramedis hadir penuh waktu, tenaga kerja ikut
menjadi peserta Jamsostek, jam kerja selama 8 jam/hari atau 40
jam/minggu dengan jam istirahat selama 1 jam/hari, dan adanya
organisasi Keselamatan Kerja.
ü Upaya pengendalian dengan pengadaan Alat Pelindung Diri
(APD) yaitu helm, masker,sepatu, dan pakaian kerja yang
diberikan kepada pekerja.
Kesimpulan
Ø Iklim kerja merupakan keadaan lingkungan kerja yang di ukur dari perpaduan antara suhu udara (suhu basah dan suhu kering),kelembaban udara,kecepatan aliran udara,dan suhu radiasi.Kombinasi dari ke empat factor itu di hubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang di sebut dengan Tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang di terima oleh tubuh manusia .sedangkan regangan panas (heat strain) merupakan efek yang di terima tubuh manusia atas beban iklim kerja tersebut
Ø agar seseorang tetap sehat pada pertahanan suhu tubuh tetap stabil core-temperatur sekitar 37 C,ini di atur oleh kulit tubuh dan kelenjar keringat.Jika suhu tubuh turun di bawah 35 C akan menyebabkan kematian sel tubuh
Ø suhu terlalu tinggi akan menyebabkan kelelahan dengan akibat menurunnya efisiensi kerja, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat, dan produksi keringat meningkat.
Ø Kelelahan adalah suatu keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh :
1. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual)
2. Kelelahan fisik umum
3. Kelelahan syaraf
Ø Nilai Ambang Batas (NAB) : standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga
kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu
Ø Upaya pengendalian iklim kerja secara teknis antara lain dengan
menambah ventilasi umum, memasang exhaust fan dan dust
collector.
Ø Upaya pengendalian secara administratif antara lain dengan
melakukan pemeriksaan kesehatan berkala, poliklinik dibuka
selama 7 hari/minggu, dokter perusahaan hadir paruh waktu (3
hari/minggu), paramedis hadir penuh waktu, tenaga kerja ikut
menjadi peserta Jamsostek, jam kerja selama 8 jam/hari atau 40
jam/minggu dengan jam istirahat selama 1 jam/hari, dan adanya
organisasi Keselamatan Kerja.
Ø Upaya pengendalian dengan pengadaan Alat Pelindung Diri
(APD) yaitu helm, masker,sepatu, dan pakaian kerja yang
diberikan kepada pekerja.